Negara Berdasarkan teori Juristic

BY: S. N. Dubey

Teori ini bermula pada abad 19. Gierke, Treitschke, Bluntschli, Jellinex dan Maitland adalah pemuka dari teori ini. Mereka memahami bahwa Negara adalah sebuah kesatuan legal yang berpisah dan jelas keduanya lahir dari pandangan yang terkolektip dan individual yang menyusunnya.

Negara memiliki kepribadian, kemauan dan juga keadilan bahkan minat secara tersendiri, dimana terpisah dari keadilan dan minat manusia yang menyusun Negara. Ia juga memiliki kapasitas dalam menguraikan kata- kata dan perbuatan. Beberapa oknum berpendapat bahwa personalitas Negara bukanlah buatan atau samar- samar akan tetapi nyata, seperti nyatanya manusia sebagai makhluk hidup. (Garner).

R.G. Gettel mengatakan; Negara memiliki property tersendiri, perusahaan ekonomi yang langsung dan jelas, kelihatan sebagai tuntutan sipil terhadap kriminal dan memberi izin untuk mereka untuk mendapatkannya secara adil di pengadilan.

Sokongan lain untuk memperkuat ide dikatakan bahwa Negara memiliki interest tersendiri dimana secara identical tidaklah sama dengan bangsa mereka. Negara merupakan asosiasi yang permanent dan abadi; ia juga merupakan jenis interest dari perwalian tidak hanya bagi mereka yang menyusunnya akan tetapi akan berlangsung hingga kegenerasi selanjutnya. Minatnya yang permanent mungkin berbeda dari immediate dan minat particular manusia yang muncul setiap masa atau jaman. Selain daripada itu, minat individual sebagai penyusun bagi mereka tersendiri, sering sekali lahir kontradiksi dan sebagai akibatnya tidak mungkin untuk menetapkan berapa jumlah dari mereka, sedangkan minat perkara kolektip mana saja dapat diketahui inilah Negara. ( Garner ).

Teori diatas mendapat kritikan yang serius dari beberapa pemikir lainnya.
Professor Duguit menegaskan bahwa nation Negara seperti personalitas terletak atas metaphysical konsepsi sebuah biara dimana tidak ternilai, dan ini tidaklah ilmiah. Disisi lain kritikan menjelaskan bahwa kepribadian Negara ialah khayalan sederhana. Mereka mencoba menjelaskan bahwa jelas adanya kontradiksi dalam memberikan sebuah aksi, kekuasaan yang real, dimana perlu mengira adanya sebuah kehidupan, menuju kesebuah fiksi yang sederhana. Mereka menambahkan bahwa hampir semua manusia secara tersendiri menjadi pokok persoalan keadilan dan kewajiban; sebuah fiksi tidak bisa dijadikan sebuah pokok persoalan baik itu keadilan, kewajiban, bahkan ia sendiri mampu dan memiliki kemauan dan acting.





0 comments:

Post a Comment